Akhirnya, empat hari maraton anime ini (diselingi kuliah, tidur, dan
nonton anime lain) selesai juga. Otsukare sama. Yoku mite dekita.
Meski agak telat nge-post, tapi
tetep aja semangat ngomonginnya. Anime ini bagus banget. Setelah setahun ragu
mau nonton dan cuma tersimpan di harddisk,
nggak nyesel pilih anime ini untuk dihabisin pasca UTS. Karena di balik design character-nya yang sangat tidak
mengundang saya orang untuk nonton, nyatanya it’s made well. Beyond expectation. Really.
Jadi, ada sebuah legenda yang mengatakan bahwa seluruh umat manusia
awalnya tingal di laut. Namun, perlahan-lahan manusia meninggalkan laut dan
mulai hidup di daratan. Nah, cerita ini berlatar di mana manusia terbagi dua, yaitu
manusia laut, nama desa lautnya Shioshishio, dan manusia darat, nama desanya
Oshiooshi. Manusia laut ini bisa ke darat tapi tidak sebaliknya. Kenapa mereka
bisa tinggal di laut? Karena mereka punya ena,
semacam membran tipis yang menyelubungi manusia layaknya air ketuban yang
melindungi janin, sedangkan manusia darat tidak.
Fokus cerita ada pada manusia laut (tapi seringnya berlatar di darat),
sekelompok anak-anak SMP yang terdiri dari 4 orang, dua cewek dua cowok,
bernama Manaka(ce), Hikari(co), Chisaki(ce), dan Kaname(co). Sebenernya pas
banget buat jadi dua pasangan, tapi ternyata ceritanya nggak sesimpel itu.
Tepat di episode pertama, bahkan sebelum opening
song dimulai, Manaka tertangkap seorang nelayan yang seumuran dan satu
sekolah dan seorang cowok yang bernama Tsumugu, di tengah perjalanan menuju
daratan untuk sekolah di darat karena sekolah laut ditutup.
Pertemuan Manaka dengan Tsumugu ini jadi awal cerita yang sangaaaaat
panjang, penuh intrik, masalah, tragedi, dan pastinya, cinta. Or I'd rather say, it's full of drama. Pertemuan yang
ditakdirkan, katanya. Dan itu yang terlintas di benak Hikari ketika melihat
Manaka dan Tsumugu bertemu untuk pertama kalinya. It really hit my heart, ketika Hikari menyangka bahwa pasti akan
ada sesuatu yang terjadi di antara mereka, dan pikiran itu nempel banget
sepanjang nonton anime ini sampai sesaat sebelum episode terakhir (talk about plot twist!). Well, well down,
director. *Standing applause*
Dari sepotong dua potong monolog satu orang tokoh sampe bikin penonton mikir
hal yang sama dengan tokoh itu rasanya.. sesuatu. Yakin deh, saya hampir semua yang nonton pasti sempet
mikir, ‘paling ceritanya cuma muter2 soal Manaka jadian sama Tsumugu’. But, it’s more than that. Seriously, what a
great impact.
Ok, let’s stop praising. Jump to
the story.
Manusia laut dan manusia darat sebenarnya tidak akur, bahkan bisa
dibilang saling bermusuhan. Berangkat dari konflik dasar itu, masalah pertama yang
diangkat adalah tentang bagaimana manusia darat dan manusia laut tidak bisa
bersatu. Karena jika mereka memutuskan untuk menikah, maka manusia laut tidak
akan pernah bisa pulang kembali ke laut. Istilahnya, manusia laut ‘dibuang’
oleh laut karena mereka ‘membuang’ laut. Kenapa? Karena pernikahan antara
manusia laut dan manusia darat akan melahirkan anak yang tidak memiliki ena, sehingga tidak menghasilkan
keturunan untuk manusia laut.
Masih banyak yang harus dijelaskan mengenai latar cerita dan remeh-temeh
dari anime ini, tapi karena bakal
panjang banget, skip saja lah.
Manaka, Hikari, Chisaki, dan Kaname, sekelas bersama Tsumugu.
Perlahan-lahan, mereka menghadapi sulitnya berinteraksi dengan manusia darat
karena seperti ada jurang pemisah di antara mereka. Mindset keliru yang tertanam dalam pikiran mereka sering
menimbulkan kesalahpahaman. Beberapa kali teman-teman sekelas mendiskriminasi
mereka berempat.
Suatu hari, Festival Ofunehiki, yaitu festival yang diadakan setiap tahun
oleh manusia darat dengan memberi persembahan berupa patung gadis kepada Dewa
Laut menurut tradisi, dibatalkan, atau tepatnya sejak awal manusia darat tidak
bermaksud melanjutkan festival tersebut tahun ini. Namun seorang guru di kelas
Hikari dkk meminta volunteer untuk
membuat Ofunehiki kecil-kecilan sebagai penggantinya. Terpilih lah Manaka,
Hikari(karena Manaka ikut), Tsumugu (yang memang tertarik dengan laut),
Chisaki, dan Kaname. Karena suatu insiden, teman mereka yang manusia daratan,
bernama Egawa dan Sayama, serta beberapa lainnya menyadari kebaikan Hikari dan
ikut membantu mereka mempersiapkan patung yang akan dijadikan “sesajen”.
Setelah melihat hasil kerja keras mereka, akhirnya Hikari memutuskan untuk
melakukan Festival Ofunehiki yang sebenarnya.
Persiapan mereka tentunya tidak berjalan mulus, penuh kerikil, tanjakan,
dan tikungan(oke, sedikit lebay). Di tengah masalah yang muncul satu per satu,
hubungan mereka berempat semakin dekat dengan Tsumugu. Selama itu pula, muncul
dua tokoh penduduk Oshiooshi, anak SD yang berusia 5 tahun di bawah mereka,
bernama Sayu dan Miuna. Ibu Miuna(lupa namanya siapa) berasal dari laut dan meninggal
beberapa tahun lalu. Ayah Miuna adalah Itaru. Itaru adalah pacar Akari. Akari
adalah kakak Hikaru.
Hubungan kompleks ini penjelasan singkatnya begini; Miuna menolak Akari
menjadi pacar ayahnya—dengan kata lain calon ibu barunya—karena perasaan takut
ditinggalkan oleh orang yang ia sayangi, seperti ibu kandungnya yang pergi
meninggalkannya. Oleh karena itu, ia dan Sayu, temannya, mengganggu Hikari dkk
untuk membuat Akari dan ayahnya putus. Padahal di lain pihak, keluarga Akari yang
ayahnya adalah seorang kepala pendeta, pun tidak merestui hubungan Akari dan
Itaru. Jadi intinya, Hikari, Manaka, Chisaki, Kaname, Tsumugu, Miuna, Sayu, Akari,
dan Itaru, terlibat konflik cinta sekaligus keluarga. Di mana pilihan menjadi
sulit ketika kita harus melepas sesuatu demi meraih kebahagiaan yang kita
inginkan. Tetap menjadi manusia laut dengan melepas cinta, atau melepas laut
demi cinta.
Cinta di sini dikemas dengan sangat apik dalam bentuk hubungan bukan
hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga orang tua dan anak. It really is touching and heartwarming.
Di balik rumitnya permasalahan hubungan manusia laut dengan manusia
darat, masing-masing tokoh juga membawa konflik pribadi yang menambah benang
kusut hubungan mereka. Di awal masa remaja, wajar jika muncul perasaan suka di
hati mereka. Namun semua menjadi rumit, sulit, dan susah, ketika perasaan itu
justru tumpang tindih, tanpa ada ujungnya.
Lihat saja kompleksitas alur perasaan ini:
Manaka yang terlihat menyukai Tsumugu sejak pertama kali bertemu. Hikari
yang jelas-jelas menyukai Manaka dan selalu ingin melindunginya. Chisaki yang
menyukai Hikari dari jauh, tanpa ingin perasaannya terungkap. Kaname yang sejak
lama diam-diam memendam rasa untuk Chisaki. Sayu yang terkesan dengan kebaikan
Kaname. Miuna yang mulai suka pada Hikari setelah ia membantunya berbaikan
dengan Akari. Dan Tsumugi yang tidak terbaca pikirannya...
Well, isn’t it?
Nonton anime ini kadang bikin geregetan sama sutradaranya. Jika suatu
saat nanti kalian juga berpikir, “kenapa harus serumit ini???”, ketika itu lah
saya akan bilang, “I’ve told you.”
Karena anime ini terdiri dari 26 episode, jadi konflik yang ada cukup
banyak, silih berganti, side story di
mana-mana, tetapi tanpa kehilangan fokus pada tokoh utamanya, Hikari. Beberapa
kali bagaimana ‘berubah’ dan ‘tidak berubah’ menjadi topik yang diangkat dalam
anime ini (namanya juga kisah ABG—anak baru gede). Terkadang mereka menghadapi
hal-hal yang berubah dan hal-hal yang tidak berubah, serta bagaimana perubahan
itu menjadi penting atau tidak. Karena mereka tidak selamanya berempat, karena
perasaan tak bisa disangkal, karena kenyataan memaksa mereka untuk memilih.
Di bawah ini adalah hubungan para tokoh Nagi no Asukara yang coba
digambar seadanya. Semoga bisa sedikit menggambarkan bagaimana rumitnya
hubungan mereka :(
Warning: Spoiler alert! *Maaf kalau nggak kelihatan*
Foto: Isitmewa
Bahkan sampe dibikin versi lucu-lucuannya.(lol)
Sumber: http://www.reddit.com/r/anime/comments/1t983n/spoilers_nagi_no_asukara_episode_12_discussion/
Ngomongin soal tokoh, yang paling adorable
menurut saya adalah Kaname (heart’s sound: kyaa kyaaa). Dia ini tokoh yang
paling, paling saya sukai. Di balik kesan dewasanya yang tidak sok dewasa
seperti Tsumugu, tokoh Kaname ini punya sisi manis yang nggak berlebih kaya
Hikari atau justru berkekurangan kaya Tsumugu.
Tapi parahnya, dari awal sampe
akhir, keluarga Kaname seperti ayah atau ibu nggak dimunculkan sama sekali. Padahal ia pernah cerita
kalau ia sempat bertengkar dengan mereka. Bahkan di episode terakhir pun, ia
tetap sendiri ketika yang lain bersuka cita dengan keluarga masing-masing
(hiks...). Beberapa kali air mata ini menetes ketika konflik yang dialami
Kaname diangkat, terutama curhatannya yang akhirnya keluar di episode 24.
You’re not alone, Kaname!(cried out loud)
Tapi entah kenapa, saya justru paling tidak suka dengan Tsumugu (sorry, no offense). Rasanya
tokoh Tsumugu itu serba nanggung. Dibilang pendiam, tapi agresif. Dibilang
tokoh utama, tapi kadang jarang muncul. Terus saya kurang suka sama
perkembangan penokohannya. Kok jadi gini? Kok sama si itu? That thoughts kept running on my head.
Seperti yang sudah dibilang sebelumnya, plot twist, plot twist, dan
plot twist! Wah. Pokoknya wah. Mau jadinya nyebelin atau sebaliknya, plot twist tersebar di penjuru cerita.
Selain itu, yang saya suka dari NagiAsu ini adalah.... Ending Theme-nya!
Berjudul Aqua Terrarium dan dibawakan oleh Yanagi Nagi, pas banget sama anime
ini baik dilihat dari Judul maupun nama penyanyinya. (Just my opinion, penyanyinya pasti sengaja dipilih karena namanya
sama!)
Untuk ulasannya, bisa dilihat di sini.
Kalo soal design graphic, tidak perlu diragukan lagi hasil kreasi dari tangan dewa para staff P.A Works. Satu kata; menakjubkan. I mean it. Sejauh ini yang pernah saya tonton, anime yang latarnya paling detail adalah produksi P.A Works, dan menjadi salah satu alasan kenapa saya selalu mengikuti anime-anime keluaran studio ini. Pokoknya, sangat memanjakan mata bahkan meskipun ditonton dalam format LQ. Langitnya indah. Apa lagi lautnya. Semua-muanya lah.
Trivia:
Dewa, yang memang menjadi kepercayaan orang Jepang, menjadi pusat dari
segala konflik yang ada dalam cerita. Orang Jepang percaya—sampai sekarang—bahwa
“di mana-mana ada dewa”. Di gunung, pohon, dan tentu saja, laut! Maka jangan
heran kalau dalam anime ini para tokohnya percaya sekali pada dewa, bahkan cenderung
menggantungkan hidupnya pada keputusan dewa. Kalau kata dosen saya, mereka itu
religius (rasional) sekaligus magis (irasional). That’s so Japan.
***
Akhir kata, saya suka dengan konflik percintaannya. Saya suka dengan
indahnya mencintai dan dicintai yang berusaha disampaikan oleh anime ini. Saya
suka bagaimana hati para tokohnya bisa berubah sekaligus tidak berubah. Saya
suka pesan ceritanya yang dalam!
Sekali lagi, terakhir, berkat anime ini saya semakin nge-fans dengan P.A Works! Thanks for the great story. :)