Friday, May 1, 2015

Review: Baby Steps, Anime Sederhana tentang Mimpi dan Realitas



Sumber: MyAnimeList

-> Pertama, mungkin banyak yang nggak tahu soal anime satu ini. Baby steps? Apaan tuh? Anime bayi belajar jalan?
No. Absolutely not. Ini adalah anime bertema sports dengan tenis sebagai olahraganya. Setelah Kurobas dengan basketnya dan Haikyuu dengan volinya, anime ini menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Karena seperti yang kita tahu, tenis termasuk olahraga yang cukup jarang diangkat menjadi anime (except for that legendary anime, Prince of Tennis, of course). Sedangkan sepak bola? Basket? Baseball? Nggak perlu dihitung lagi berapa banyak jumlahnya. 

->Rating nggak begitu tinggi, populer nggak, karakter cakep juga nggak. Terus, apa dong menariknya?
Realistic approach. Itulah unsur yang paling menonjol dalam Baby Steps. Mengingat sebagian besar anime bertema olahraga memasukkan ‘keajaiban’ dan ‘kemustahilan’ yang sebenarnya tidak mungkin terjadi, anime ini memutarbalikkan konsep anime bertema olahraga selama ini. Tidak ada jenius tanpa usaha, tidak ada jurus-jurus aneh, tidak ada bakat sangat hebat sampai-sampai mengalahkan pemain profesional dunia nyata sekalipun.

->Jadi ceritanya?
Anime ini hanya berkisah tentang seorang anak SMA yang bercita-cita menjadi pemain tenis profesional dari nol. Benar-benar dari nol. Tidak ada masa lalu, tidak ada musuh bebuyutan, tidak pula ada teman masa kecil dengan mimpi sama yang bertemu kembali. Big no.

Sederhana bukan? Dari sinilah ke-simple-an itu mengajak emosi penonton ikut terbawa dengan perkembangan karakter para tokohnya. Sang tokoh utama yang berusaha keras mengejar segala ketertinggalan demi meraih mimpinya menjadi seorang pro—ingat, anak SMA harusnya lagi pusing-pusingnya mikirin gimana caranya masuk kuliah, bukan ‘main’ tenis. Yang aneh itu adalah anak SMA yang cuma mau jadi jago dan juara satu di seantero negeri tanpa mikir untuk jadi pro—menyentuh banget. It really inspired me.

Jadi, inilah kesimpulan saya jika harus merangkumnya dalam satu kalimat.

Baby Steps: Anime yang bikin galau soal mimpi dan masa depan.

Di saat yang lain nungguin anime season 2 seperti Kurobas atau Nisekoi, saya di sini sendiri nungguin Baby Steps season 2 yang kayaknya peminatnya nggak banyak-banyak amat. Yakin deh, cuma segelintir orang yang menonton anime ini, bahkan review dalam bahasa Indonesia-nya pun sulit dicari di google. Tapi itu justru menambah semangat saya menulis review—yang sebenernya kepanjangan meski bilangnya review—anime ini. Semakin pengen rasanya bikin pengumuman, ‘Ini anime bagus, hoi, jangan underestimate dulu lah.’ Tapi memang sangat disayangkan sih, di luar segi ceritanya yang sangat bagus, kualitas art atau animasinya agak mengecawakan. Mungkin dikarenakan budget yang terbatas(?). It can’t be helped, then. Shikata nai ne.

OK, let’s start to the synopsis. I’ll make it short because you can read it everywhere.

Maruo Eiichiro adalah seorang anak kelas satu SMA yang kepribadiannya cukup didefinisikan dengan satu kata; majime—diligent, serious, honest. Ia termasuk anak teladan dengan nilai-nilai straight-A (sehingga ia dipanggil Ei-chan oleh teman-temannya). Ia bisa mendapatkan nilai bagus dan berada dalam top ranking di angkatannya karena usahanya, bukan semata-mata pintar atau cerdas. Ia adalah tipe yang belajar step by step, berulang-ulang, sampai ia mengerti benar materi pelajaran apapun (Teknik ini yang kemudian diterapkannya juga pada tenis. Now you can see the relation of this anime to the title, right?). Keunikannya adalah satu, ia selalu menulis note atau catatan dengan sangat rapi, teratur, dan sistematis. Semua orang mengakui bahwa catatannyalah yang paling bagus di antara yang lain. A perfectionist, yes.

Note itu membawanya bertemu dengan Takasaki Natsu, cewek yang katanya paling kawaii di kelas satu. Nat-chan, panggilannya, berkunjung ke kelas Ei-chan untuk meminjam buku catatan sejarah dunia kepada temannya, namun kemudian temannya itu merekomendasikan note milik Ei-chan. Dari sinilah pertemuan keduanya bermula.

Sepulang sekolah, Ei-chan menceritakan keinginannya untuk mengambil kegiatan olahraga, bukan masuk ke dalam ekskul sekolah yang mewajibkan latihan setiap hari, tetapi klub olahraga di luar sekolah yang memperbolehkan latihan seminggu sekali. Kenapa? Karena jadwal Ei-chan penuh dengan kegiatan les dan organisasi, sehingga hanya hari Rabu yang kosong dari kegiatan sepulang sekolah. Setelah melihat flyer STC (Southern Tennis Club), ia pun mencoba datang dan langsung KO di latihan percobaan pertamanya. Sounds pathetic, huh?

Kegagalan di awal tidak langsung membuat Ei-chan menyerah, ia justru datang latihan kembali seminggu kemudian. Dari sinilah perjalanan panjang Ei-chan dimulai. Ia bertemu dengan orang-orang hebat di STC; di antaranya Takuma Egawa, seorang senior kelas 2 di sekolahnya, termasuk juga Nat-chan. Keduanya sama-sama bermaksud menjadi pemain pro. Kira-kira empat bulan setelahnya Ei-chan menjalani pertandingan pertamanya dalam perlombaan tingkat prefektur (semacam kabupaten). Gagal di putaran pertama sih, tapi Ei-chan mulai menikmati bermain tenis. Dengan bantuan note-nya, sedikit demi sedikit, keinginannya menjadi pro semakin kuat, meski harus mengorbankan nilai akademis dan ranking di sekolah (konflik yang bikin penulis galau T_T).
***

Udah. Segitu aja.
Lho, nggak ada konten spoiler?
Keinginan Ei-chan untuk jadi profesional aja udah termasuk spoiler kok.
Bercanda. Tapi bener. Hehe.
Karena sejak awal semua pasti tahu, dilihat dari kacamata awam pun cerita anime ini ujung-ujungnya akan menjurus ke arah sana. Lain soal kalau saya tulis semua hasil pertandingan para tokohnya sampai akhir. Then, that will be not interesting, won't it?

Saya suka dengan pembawaan ceritanya. Sangat.
Saya tidak tahu-menahu soal tenis, pun tidak tertarik dengan olahraga itu. Akan tetapi, sama sekali tidak mengurangi kenikmatan saya menonton anime ini dari awal sampai habis, bahkan sampai membuat saya menunggu season 2-nya.

OH, dan saya juga suka romance yang berkembang antara Ei-chan dan Nat-chan. It’s so sweet yet not shown too much. Bahkan aspek sampingan ini pun kesan realistisnya ngena banget. I’m supporting you, Ei-chan!


So far,
Kelihatan sepele, konflik juga nggak begitu rumit, bukan?
Tapi nggak selamanya yang sederhana itu membosankan. Di situlah letak keseriusan tokoh, bukan cuma tokoh utama, melainkan semua lawan dan kawan yang juga bermain tenis, diperlihatkan. Cara tokohnya menjadi kuat, lebih hebat, dan terus berkembang sangat masuk di akal. Yaitu? Tentu saja latihan. Usaha. Nggak ada yang lain. Memang sih, sedikit mengandalkan note (yang sekarang isinya tenis melulu) dan penglihatan tokoh utamanya yang tajam. Tapi tetap saja, sebagian besar bergantung pada usaha. He tried, and tried.

Mulai dari penggambaran tokoh sampai isi cerita, pesannya dapet banget; seorang awam pun bisa jadi ahli jika ada kemauan dan kerja keras. Bukan cuma dalam tenis, tapi juga dalam segala hal. Tak apa tak punya bakat. Tak salah terlahir bukan sebagai jenius. Tak perlu takut tak bisa apa-apa. Karena toh kita bisa belajar. Karena pada akhirnya usaha tak akan pernah mengkhianati.

He is not a prodigy.
He is not very smart.
He is just a hard worker.
No matter how many times he lost his matches, he still want to win at all cost. Effort and determination are all he has to make his dream comes true.
His character reminds us at how important our effort is.

Anime ini mengingatkan kita kembali akan pentingnya usaha dan kerja keras. Tidak ada kata malas jika ingin melewati batas. Mimpi itu dekat kok, asalkan kita mau mempersiapkan diri untuk mendekat padanya.

Ada sebuah quote yang saya suka yang sebenernya beda topik, tapi kalau dilihat dari sudut pandang lain, mirip sama anime ini.

“Takdir bukan berdiam diri saja, ia tengah menunggu kita memainkan ceritanya.”

Novel Tokyo – Sefryana Khairil

Jadi, lagi-lagi, saya mengaitkannya dengan kesempatan dan pilihan. Salah jika ada yang bilang hidup ini melulu berisi rutinitas yang terasa monoton. Satu langkah saja, maka jutaan kemungkinan itu ada.

Seperti kata Kierkegaard, sang eksistensialis,

“To dare is to lose one’s footing momentarily. Not to dare is to lose oneself.”

Mungkin awalnya hanya berupa ‘ketidaksengajaan’ ketika si tokoh protagonis ini mencoba mencari hal baru di luar kegiatan belajar dan organisasinya. Mungkin tidak pernah terbersit bahwa olahraga akan menjadi sebuah passion baginya. Mungkin bahkan sejak pertama kali mencoba, ia langsung ingin berhenti.

Tapi ia memilih. Ia berani mengambil satu langkah, kecil tapi berarti begitu besar dalam hidupnya. Seorang yang tidak pernah antusias dalam satu hal, mulai merasakan keinginan kuat untuk melakukan sesuatu. Yang kemudian ia jadikan mimpi. Yang pada akhirnya ingin ia wujudkan dalam bentuk masa depan.

Hanya dari satu langkah, terbuka lebar jembatan menuju masa depan. Dari sekedar keluhan ‘lack of excercise’ menjadi sebuah cita-cita ‘going to be pro’. It’s kind of amazing, isn’t it?

Maka yang perlu kita lakukan hanyalah take the chance,take the risk, and take responsibility. Ketika membuat pilihan, ingatlah bahwa pengorbanan akan selalu ada. Bahkan dalam ekonomi pun, hukum ini juga berlaku. Melakukan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil maksimal. Tinggal bagaimana kita mempertanggungjawabkan pilihan kita itu. Berusaha, atau menyerah.

Jalan itu pasti panjang. Penuh hambatan dan terkadang menyadarkan kita bahwa banyak batasan dalam diri yang membuat mimpi itu terasa semakin jauh. Sejujurnya, saat itulah momen di mana kita berubah menjadi lebih kuat. Physically, and mentally. Jadi percayalah, ketika kesadaran itu tiba, just overcome it. Berlatihlah, dan berusaha. Setelah melewati batas diri, sesungguhnya kita sedang meruntuhkan tembok yang dibaliknya merupakan tempat mimpi kita itu berada.


As for me...
Anime ini membuat saya berkaca, sudah sejauh mana usaha yang saya lakukan selama ini? Berapa banyak waktu yang saya sisihkan bahkan untuk sekedar memikirkan masa depan? Atau jangan-jangan, saya bahkan belum membuat ‘pilihan’? Menentukan target, menyusun potongan mimpi.

Saya jadi takut, apakah tidak ada yang benar-benar bisa saya lakukan? Kemampuan, sesuatu di mana saya ahli dalam bidang itu. Pasti ada yang namanya ‘something’. Sesuatu yang barangkali belum saya temukan, atau barangkali sebaliknya, hanya saja saya belum menyadarinya. Belum memanfaatkannya. Belum berusaha penuh memaksimalkannya. Belum menggenapkan usaha, katanya.

Tapi saya yakin, di setiap orang, pasti ada sesuatu yang bisa dilakukan. Sesuatu yang menyelinap diam-diam dalam hati, meringkuk dalam dasar kesadaran, menunggu pikiran membuka rantai yang memenjarakannya. Sesuatu yang mereka bisa menjadi bukan sekedar ahli, tetapi juga menikmatinya. Sebuah mimpi, katanya.

何か私たちにはできることが絶対にある。私にも、あなたにも。

*Now, it’s sound a little philosophical. That’s not what I’m intended in the first place, though.

Last words from me, “Please just take a try, and see how you will enjoy this anime.”
So, happy watching! :)

2 comments: