Ini ada
selipan tugas wawancara tiga tahun lalu pas masih kelas X. Bikin project ini
lagi semangat-semangatnya waktu itu. Niat, serius, dan benar-benar ‘ngerjain’.
Alias nggak main-main. Jadilah ini salah satu project yang membekas di hati,
ditugaskan oleh guru Bahasa Indonesia kesayangan di Smansasi. Karena isinya diambil dari hasil
wawancara siswa dan guru SMAN 1 Bekasi, bisa dibilang tulisan ini termasuk
kelompok berita. Jadi, apabila ada kesamaan nama, tempat, atau kelompok dalam
dunia nyata, maka memang itulah kenyataannya.
Semoga tulisan ini membantu.
Saat ini banyak
siswa-siswi kelas X yang masih bingung untuk memilih jurusan IPA atau IPS.
Rata-rata mereka lebih memilih jurusan IPA karena berbagai pendapat yang
mengatakan bahwa jurusan IPA pasti lebih baik dibandingkan dengan IPS. Namun,
hal itu tidaklah sepenuhnya benar.
Seharusnya, dalam memilih jurusan haruslah berdasarkan
pilihan sendiri seperti yang dilakukan oleh Carissa, siswi kelas XII IS yang
memilih jurusan IPS. “Dari awal saya ngga mau masuk IPA karena ngga suka
pelajaran fisika dan biologi.”
Menurutnya, memilih jurusan itu dengan hati dan sesuai
keinginan sendiri. Tidak pula mengikuti langsung saran orang tua, tetapi ada
baiknya dipertimbangkan terlebih dahulu.
Namun apabila kemampuan akademik kita memenuhi dan telah
menyusun rencana ingin ke PTN dengan jurusan yang menyangkut IPA, maka barulah
pilihan kita untuk masuk IPA bisa dibilang tepat.
“Memang karena minat di IPA, jadi pilih IPA aja.” Kata
Mita, salah satu siswi yang sekarang berada di kelas XII IA 6.
Lantas,
jurusan apa yang akan diambil untuk PTN nanti? “Teknik kimia karena suka dengan
pelajaran kimia,” lanjutnya sambil tersenyum.
Ternyata
dengan masuk IPA bukan berarti merasa senang atau bangga, justru ada yang
mengatakan bahwa tidak ada yang istimewa. Dia adalah Fakhri dari kelas XI IA 2.
“Karena rumus-rumus di IPA semakin banyak dan berat.” Keluhnya setelah mengaku
masuk IPA itu biasa saja.
Ia
juga mengatakan bahwa tidak menyesal masuk IPA karena itu merupakan pilihan
hatinya. Ketika ditanya apa kiat untuk bisa masuk IPA, ia hanya menjawab, “belajar
lebih giat lagi dan nilainya jangan sampai menurun atau di bawah kakak
kelasnya.”
Lain
halnya dengan Zenitha, siswi kelas XI IS 1. “Saya merasa nyaman di IPS.”
Katanya dengan yakin.
Zenitha
menyayangkan sikap orang tua yang tidak rela anaknya masuk IPS. Ia sempat
bercerita tentang salah seorang temannya yang ingin masuk IPS namun ditentang
oleh kedua orang tuanya. Hasilnya, saat
ini temannya itu mengalami kesulitan setelah dipaksa masuk jurusan IPA.
Memang
terkadang ada beberapa orang tua yang mempunyai persepsi tidak menyenangkan
mengenai IPS. Ada yang bilang bahwa IPS itu hanya berisi siswa-siswi yang tidak
bisa masuk IPA. Kenyataannya tidaklah demikian. Karena tidak sedikit siswa
berprestasi yang berasal dari IPS.
Maka
sangat diharapkan orang tua mengerti akan kondisi dan kemampuan akademis anak
di bidang tertentu. Selain itu, perlu adanya komunikasi antara orang tua dan
anak dalam menentukan pilihan. Apabila terjadi pertentangan, ada baiknya
didiskusikan dengan guru di sekolah. Bisa dengan guru BK (Bimbingan Konseling)
maupun guru bidang studi yang bersangkutan.
Masuk
jurusan IPA itu memang bisa dikatakan lebih sulit dibanding IPS. Tetapi tidak
ada kata menyerah apabila pilihan kita sudah mantap. Terlebih lagi jika kita
telah menentukan jurusan apa yang akan diambil nanti saat kuliah.
Saat
masih kelas X pun tidak menutup kemungkinan untuk merencanakan masa depan sejak
awal, seperti Bageur dari kelas X.1. Ia berencana untuk masuk jurusan teknik
kimia di UI (Universitas Indonesia).
Kedengarannya
itu termasuk pilihan yang berani, dan saat ditanya apa kiat-kiatnya dalam
mempersiapkan diri untuk masuk jurusan itu, ia menjawab, “belajar jangan hanya pas
ulangan tetapi setiap hari. Sekedar baca-baca juga nggak apa-apa yang penting
kita mengerti isinya apa. Tidak lupa berdoa dan fokusin pelajaran berdasarkan
jurusan yang ingin kita pilih.”
Sayangnya,
ketika suatu waktu ia membicarakan jurusan IPS, orang tuanya sama sekali tidak
setuju. “begitu diomongin sama orang tua nggak dibolehin takut masa depannya
tidak terjamin.”
Berbeda
dengan Bageur, siswi dari kelas X.7 yang bernama Aulia Sifaurrahmah atau yang
akrab disapa Sifa, tidak tertarik dengan pelajaran IPA. Ia menyukai dua
pelajaran IPS, yakni ekonomi dan sosiologi.
Oleh
sebab itu ketika ditanya ingin masuk jurusan apa, ia lansung berkata dengan
santai, “Saya ingin masuk IPS, karena senang dengan pelajaran sosiologi dan
ekonomi. Mama juga menyuruh masuk IPS.”
Untuk
di PTN nanti, ia memutuskan untuk memilih jurusan akuntansi di STAN (Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara). Berkaitan dengan jurusan yang diinginkannya itu,
ternyata perlu persiapan juga. “Lebih memperdalam pelajaran ekonomi dan
mengikuti perkembangan ekonomi baik di dalam maupun luar negeri.” Katanya
seraya menutup pembicaraan.
Selain
dinilai dari kemampuan akademis, penjurusan ini juga dibantu dengan diadakannya
psikotes oleh sekolah kepada siswa-siswi kelas X. “Penjurusan itu merupakan
pengembangan bakat siswa untuk ke IPA atau IPS.” Kata Bu Ida, salah satu guru
BK di SMAN 1 Bekasi setelah ditanya mengenai tujuan penjurusan.
Lalu
bagaimana peran hasil psikotes itu? “Membantu penjurusan dan juga pembinaan
seperti kepribadian, minat, dan bakat tetapi tidak menentukan nantinya IPA atau
IPS.”
Sementara
itu, kriteria untuk bisa masuk IPA adalah nilai harus di atas KKM (sekitar
7,5). “Untuk IPS tidak disebutkan.” Lanjut Bu Ida. Ia pun menekankan bahwa
nilai KKM itu bisa berubah-ubah.
Sebagai
penutup, Bu Ida sangat mengharapkan semua siswa kelas X mengambil jurusan yang
tepat. Ia memberikan sedikit saran kepada siswa yang ingin masuk IPA (karena
banyak siswa yang menginginkan jurusan IPA). “Nilai khusus untuk IPA harus
bagus, targetnya harus di atas 7,5 agar aman.” Katanya tegas.
No comments:
Post a Comment