Friday, April 17, 2015

Review: Nagi no Asukara



Sumber: Wikipedia

Akhirnya, empat hari maraton anime ini (diselingi kuliah, tidur, dan nonton anime lain) selesai juga. Otsukare sama. Yoku mite dekita.

Meski agak telat nge-post, tapi tetep aja semangat ngomonginnya. Anime ini bagus banget. Setelah setahun ragu mau nonton dan cuma tersimpan di harddisk, nggak nyesel pilih anime ini untuk dihabisin pasca UTS. Karena di balik design character-nya yang sangat tidak mengundang saya orang untuk nonton, nyatanya it’s made well. Beyond expectation. Really.

Jadi, ada sebuah legenda yang mengatakan bahwa seluruh umat manusia awalnya tingal di laut. Namun, perlahan-lahan manusia meninggalkan laut dan mulai hidup di daratan. Nah, cerita ini berlatar di mana manusia terbagi dua, yaitu manusia laut, nama desa lautnya Shioshishio, dan manusia darat, nama desanya Oshiooshi. Manusia laut ini bisa ke darat tapi tidak sebaliknya. Kenapa mereka bisa tinggal di laut? Karena mereka punya ena, semacam membran tipis yang menyelubungi manusia layaknya air ketuban yang melindungi janin, sedangkan manusia darat tidak.

Fokus cerita ada pada manusia laut (tapi seringnya berlatar di darat), sekelompok anak-anak SMP yang terdiri dari 4 orang, dua cewek dua cowok, bernama Manaka(ce), Hikari(co), Chisaki(ce), dan Kaname(co). Sebenernya pas banget buat jadi dua pasangan, tapi ternyata ceritanya nggak sesimpel itu. Tepat di episode pertama, bahkan sebelum opening song dimulai, Manaka tertangkap seorang nelayan yang seumuran dan satu sekolah dan seorang cowok yang bernama Tsumugu, di tengah perjalanan menuju daratan untuk sekolah di darat karena sekolah laut ditutup.

Pertemuan Manaka dengan Tsumugu ini jadi awal cerita yang sangaaaaat panjang, penuh intrik, masalah, tragedi, dan pastinya, cinta. Or I'd rather say, it's full of drama. Pertemuan yang ditakdirkan, katanya. Dan itu yang terlintas di benak Hikari ketika melihat Manaka dan Tsumugu bertemu untuk pertama kalinya. It really hit my heart, ketika Hikari menyangka bahwa pasti akan ada sesuatu yang terjadi di antara mereka, dan pikiran itu nempel banget sepanjang nonton anime ini sampai sesaat sebelum episode terakhir (talk about plot twist!). Well, well down, director. *Standing applause*

Dari sepotong dua potong monolog satu orang tokoh sampe bikin penonton mikir hal yang sama dengan tokoh itu rasanya.. sesuatu. Yakin deh, saya hampir semua yang nonton pasti sempet mikir, ‘paling ceritanya cuma muter2 soal Manaka jadian sama Tsumugu’. But, it’s more than that. Seriously, what a great impact.

Ok, let’s stop praising. Jump to the story.

Manusia laut dan manusia darat sebenarnya tidak akur, bahkan bisa dibilang saling bermusuhan. Berangkat dari konflik dasar itu, masalah pertama yang diangkat adalah tentang bagaimana manusia darat dan manusia laut tidak bisa bersatu. Karena jika mereka memutuskan untuk menikah, maka manusia laut tidak akan pernah bisa pulang kembali ke laut. Istilahnya, manusia laut ‘dibuang’ oleh laut karena mereka ‘membuang’ laut. Kenapa? Karena pernikahan antara manusia laut dan manusia darat akan melahirkan anak yang tidak memiliki ena, sehingga tidak menghasilkan keturunan untuk manusia laut.

Masih banyak yang harus dijelaskan mengenai latar cerita dan remeh-temeh dari anime ini, tapi karena bakal panjang banget, skip saja lah.

Manaka, Hikari, Chisaki, dan Kaname, sekelas bersama Tsumugu. Perlahan-lahan, mereka menghadapi sulitnya berinteraksi dengan manusia darat karena seperti ada jurang pemisah di antara mereka. Mindset keliru yang tertanam dalam pikiran mereka sering menimbulkan kesalahpahaman. Beberapa kali teman-teman sekelas mendiskriminasi mereka berempat.

Suatu hari, Festival Ofunehiki, yaitu festival yang diadakan setiap tahun oleh manusia darat dengan memberi persembahan berupa patung gadis kepada Dewa Laut menurut tradisi, dibatalkan, atau tepatnya sejak awal manusia darat tidak bermaksud melanjutkan festival tersebut tahun ini. Namun seorang guru di kelas Hikari dkk meminta volunteer untuk membuat Ofunehiki kecil-kecilan sebagai penggantinya. Terpilih lah Manaka, Hikari(karena Manaka ikut), Tsumugu (yang memang tertarik dengan laut), Chisaki, dan Kaname. Karena suatu insiden, teman mereka yang manusia daratan, bernama Egawa dan Sayama, serta beberapa lainnya menyadari kebaikan Hikari dan ikut membantu mereka mempersiapkan patung yang akan dijadikan “sesajen”. Setelah melihat hasil kerja keras mereka, akhirnya Hikari memutuskan untuk melakukan Festival Ofunehiki yang sebenarnya.

Persiapan mereka tentunya tidak berjalan mulus, penuh kerikil, tanjakan, dan tikungan(oke, sedikit lebay). Di tengah masalah yang muncul satu per satu, hubungan mereka berempat semakin dekat dengan Tsumugu. Selama itu pula, muncul dua tokoh penduduk Oshiooshi, anak SD yang berusia 5 tahun di bawah mereka, bernama Sayu dan Miuna. Ibu Miuna(lupa namanya siapa) berasal dari laut dan meninggal beberapa tahun lalu. Ayah Miuna adalah Itaru. Itaru adalah pacar Akari. Akari adalah kakak Hikaru.

Hubungan kompleks ini penjelasan singkatnya begini; Miuna menolak Akari menjadi pacar ayahnya—dengan kata lain calon ibu barunya—karena perasaan takut ditinggalkan oleh orang yang ia sayangi, seperti ibu kandungnya yang pergi meninggalkannya. Oleh karena itu, ia dan Sayu, temannya, mengganggu Hikari dkk untuk membuat Akari dan ayahnya putus. Padahal di lain pihak, keluarga Akari yang ayahnya adalah seorang kepala pendeta, pun tidak merestui hubungan Akari dan Itaru. Jadi intinya, Hikari, Manaka, Chisaki, Kaname, Tsumugu, Miuna, Sayu, Akari, dan Itaru, terlibat konflik cinta sekaligus keluarga. Di mana pilihan menjadi sulit ketika kita harus melepas sesuatu demi meraih kebahagiaan yang kita inginkan. Tetap menjadi manusia laut dengan melepas cinta, atau melepas laut demi cinta.

Cinta di sini dikemas dengan sangat apik dalam bentuk hubungan bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga orang tua dan anak. It really is touching and heartwarming.

Di balik rumitnya permasalahan hubungan manusia laut dengan manusia darat, masing-masing tokoh juga membawa konflik pribadi yang menambah benang kusut hubungan mereka. Di awal masa remaja, wajar jika muncul perasaan suka di hati mereka. Namun semua menjadi rumit, sulit, dan susah, ketika perasaan itu justru tumpang tindih, tanpa ada ujungnya.

Lihat saja kompleksitas alur perasaan ini:
Manaka yang terlihat menyukai Tsumugu sejak pertama kali bertemu. Hikari yang jelas-jelas menyukai Manaka dan selalu ingin melindunginya. Chisaki yang menyukai Hikari dari jauh, tanpa ingin perasaannya terungkap. Kaname yang sejak lama diam-diam memendam rasa untuk Chisaki. Sayu yang terkesan dengan kebaikan Kaname. Miuna yang mulai suka pada Hikari setelah ia membantunya berbaikan dengan Akari. Dan Tsumugi yang tidak terbaca pikirannya...
Well, isn’t it?

Nonton anime ini kadang bikin geregetan sama sutradaranya. Jika suatu saat nanti kalian juga berpikir, “kenapa harus serumit ini???”, ketika itu lah saya akan bilang, “I’ve told you.”

Karena anime ini terdiri dari 26 episode, jadi konflik yang ada cukup banyak, silih berganti, side story di mana-mana, tetapi tanpa kehilangan fokus pada tokoh utamanya, Hikari. Beberapa kali bagaimana ‘berubah’ dan ‘tidak berubah’ menjadi topik yang diangkat dalam anime ini (namanya juga kisah ABG—anak baru gede). Terkadang mereka menghadapi hal-hal yang berubah dan hal-hal yang tidak berubah, serta bagaimana perubahan itu menjadi penting atau tidak. Karena mereka tidak selamanya berempat, karena perasaan tak bisa disangkal, karena kenyataan memaksa mereka untuk memilih.

Di bawah ini adalah hubungan para tokoh Nagi no Asukara yang coba digambar seadanya. Semoga bisa sedikit menggambarkan bagaimana rumitnya hubungan mereka :(
Warning: Spoiler alert! *Maaf kalau nggak kelihatan*
 
Foto: Isitmewa


Bahkan sampe dibikin versi lucu-lucuannya.(lol)
Sumber: http://www.reddit.com/r/anime/comments/1t983n/spoilers_nagi_no_asukara_episode_12_discussion/

Ngomongin soal tokoh, yang paling adorable menurut saya adalah Kaname (heart’s sound: kyaa kyaaa). Dia ini tokoh yang paling, paling saya sukai. Di balik kesan dewasanya yang tidak sok dewasa seperti Tsumugu, tokoh Kaname ini punya sisi manis yang nggak berlebih kaya Hikari atau justru berkekurangan kaya Tsumugu. 
Sumber: imgarcade

Tapi parahnya, dari awal sampe akhir, keluarga Kaname seperti ayah atau ibu nggak dimunculkan sama sekali. Padahal ia pernah cerita kalau ia sempat bertengkar dengan mereka. Bahkan di episode terakhir pun, ia tetap sendiri ketika yang lain bersuka cita dengan keluarga masing-masing (hiks...). Beberapa kali air mata ini menetes ketika konflik yang dialami Kaname diangkat, terutama curhatannya yang akhirnya keluar di episode 24. You’re not alone, Kaname!(cried out loud)
 
Tapi entah kenapa, saya justru paling tidak suka dengan Tsumugu (sorry, no offense). Rasanya tokoh Tsumugu itu serba nanggung. Dibilang pendiam, tapi agresif. Dibilang tokoh utama, tapi kadang jarang muncul. Terus saya kurang suka sama perkembangan penokohannya. Kok jadi gini? Kok sama si itu? That thoughts kept running on my head.

Seperti yang sudah dibilang sebelumnya, plot twist, plot twist, dan plot twist! Wah. Pokoknya wah. Mau jadinya nyebelin atau sebaliknya, plot twist tersebar di penjuru cerita. Selain itu, yang saya suka dari NagiAsu ini adalah.... Ending Theme-nya! Berjudul Aqua Terrarium dan dibawakan oleh Yanagi Nagi, pas banget sama anime ini baik dilihat dari Judul maupun nama penyanyinya. (Just my opinion, penyanyinya pasti sengaja dipilih karena namanya sama!)
Untuk ulasannya, bisa dilihat di sini.

Kalo soal design graphic, tidak perlu diragukan lagi hasil kreasi dari tangan dewa para staff P.A Works. Satu kata; menakjubkan. I mean it. Sejauh ini yang pernah saya tonton, anime yang latarnya paling detail adalah produksi P.A Works, dan menjadi salah satu alasan kenapa saya selalu mengikuti anime-anime keluaran studio ini. Pokoknya, sangat memanjakan mata bahkan meskipun ditonton dalam format LQ. Langitnya indah. Apa lagi lautnya. Semua-muanya lah.


Trivia:
Dewa, yang memang menjadi kepercayaan orang Jepang, menjadi pusat dari segala konflik yang ada dalam cerita. Orang Jepang percaya—sampai sekarang—bahwa “di mana-mana ada dewa”. Di gunung, pohon, dan tentu saja, laut! Maka jangan heran kalau dalam anime ini para tokohnya percaya sekali pada dewa, bahkan cenderung menggantungkan hidupnya pada keputusan dewa. Kalau kata dosen saya, mereka itu religius (rasional) sekaligus magis (irasional). That’s so Japan.

***

Akhir kata, saya suka dengan konflik percintaannya. Saya suka dengan indahnya mencintai dan dicintai yang berusaha disampaikan oleh anime ini. Saya suka bagaimana hati para tokohnya bisa berubah sekaligus tidak berubah. Saya suka pesan ceritanya yang dalam!

Sekali lagi, terakhir, berkat anime ini saya semakin nge-fans dengan P.A Works! Thanks for the great story. :)

1 comment: