Wednesday, May 8, 2013

IPA atau IPS?



Ini ada selipan tugas wawancara tiga tahun lalu pas masih kelas X. Bikin project ini lagi semangat-semangatnya waktu itu. Niat, serius, dan benar-benar ‘ngerjain’. Alias nggak main-main. Jadilah ini salah satu project yang membekas di hati, ditugaskan oleh guru Bahasa Indonesia kesayangan di Smansasi. Karena isinya diambil dari hasil wawancara siswa dan guru SMAN 1 Bekasi, bisa dibilang tulisan ini termasuk kelompok berita. Jadi, apabila ada kesamaan nama, tempat, atau kelompok dalam dunia nyata, maka memang itulah kenyataannya.

Semoga tulisan ini membantu.




Saat ini banyak siswa-siswi kelas X yang masih bingung untuk memilih jurusan IPA atau IPS. Rata-rata mereka lebih memilih jurusan IPA karena berbagai pendapat yang mengatakan bahwa jurusan IPA pasti lebih baik dibandingkan dengan IPS. Namun, hal itu tidaklah sepenuhnya benar.
            Seharusnya, dalam memilih jurusan haruslah berdasarkan pilihan sendiri seperti yang dilakukan oleh Carissa, siswi kelas XII IS yang memilih jurusan IPS. “Dari awal saya ngga mau masuk IPA karena ngga suka pelajaran fisika dan biologi.”
            Menurutnya, memilih jurusan itu dengan hati dan sesuai keinginan sendiri. Tidak pula mengikuti langsung saran orang tua, tetapi ada baiknya dipertimbangkan terlebih dahulu.
            Namun apabila kemampuan akademik kita memenuhi dan telah menyusun rencana ingin ke PTN dengan jurusan yang menyangkut IPA, maka barulah pilihan kita untuk masuk IPA bisa dibilang tepat.
            “Memang karena minat di IPA, jadi pilih IPA aja.” Kata Mita, salah satu siswi yang sekarang berada di kelas XII IA 6.
Lantas, jurusan apa yang akan diambil untuk PTN nanti? “Teknik kimia karena suka dengan pelajaran kimia,” lanjutnya sambil tersenyum.
Ternyata dengan masuk IPA bukan berarti merasa senang atau bangga, justru ada yang mengatakan bahwa tidak ada yang istimewa. Dia adalah Fakhri dari kelas XI IA 2. “Karena rumus-rumus di IPA semakin banyak dan berat.” Keluhnya setelah mengaku masuk IPA itu biasa saja.
Ia juga mengatakan bahwa tidak menyesal masuk IPA karena itu merupakan pilihan hatinya. Ketika ditanya apa kiat untuk bisa masuk IPA, ia hanya menjawab, “belajar lebih giat lagi dan nilainya jangan sampai menurun atau di bawah kakak kelasnya.”
Lain halnya dengan Zenitha, siswi kelas XI IS 1. “Saya merasa nyaman di IPS.” Katanya dengan yakin.
Zenitha menyayangkan sikap orang tua yang tidak rela anaknya masuk IPS. Ia sempat bercerita tentang salah seorang temannya yang ingin masuk IPS namun ditentang oleh kedua orang tuanya.  Hasilnya, saat ini temannya itu mengalami kesulitan setelah dipaksa masuk jurusan IPA.
Memang terkadang ada beberapa orang tua yang mempunyai persepsi tidak menyenangkan mengenai IPS. Ada yang bilang bahwa IPS itu hanya berisi siswa-siswi yang tidak bisa masuk IPA. Kenyataannya tidaklah demikian. Karena tidak sedikit siswa berprestasi yang berasal dari IPS.
Maka sangat diharapkan orang tua mengerti akan kondisi dan kemampuan akademis anak di bidang tertentu. Selain itu, perlu adanya komunikasi antara orang tua dan anak dalam menentukan pilihan. Apabila terjadi pertentangan, ada baiknya didiskusikan dengan guru di sekolah. Bisa dengan guru BK (Bimbingan Konseling) maupun guru bidang studi yang bersangkutan.
Masuk jurusan IPA itu memang bisa dikatakan lebih sulit dibanding IPS. Tetapi tidak ada kata menyerah apabila pilihan kita sudah mantap. Terlebih lagi jika kita telah menentukan jurusan apa yang akan diambil nanti saat kuliah.
Saat masih kelas X pun tidak menutup kemungkinan untuk merencanakan masa depan sejak awal, seperti Bageur dari kelas X.1. Ia berencana untuk masuk jurusan teknik kimia di UI (Universitas Indonesia).
Kedengarannya itu termasuk pilihan yang berani, dan saat ditanya apa kiat-kiatnya dalam mempersiapkan diri untuk masuk jurusan itu, ia menjawab, “belajar jangan hanya pas ulangan tetapi setiap hari. Sekedar baca-baca juga nggak apa-apa yang penting kita mengerti isinya apa. Tidak lupa berdoa dan fokusin pelajaran berdasarkan jurusan yang ingin kita pilih.”
Sayangnya, ketika suatu waktu ia membicarakan jurusan IPS, orang tuanya sama sekali tidak setuju. “begitu diomongin sama orang tua nggak dibolehin takut masa depannya tidak terjamin.”
Berbeda dengan Bageur, siswi dari kelas X.7 yang bernama Aulia Sifaurrahmah atau yang akrab disapa Sifa, tidak tertarik dengan pelajaran IPA. Ia menyukai dua pelajaran IPS, yakni ekonomi dan sosiologi.
Oleh sebab itu ketika ditanya ingin masuk jurusan apa, ia lansung berkata dengan santai, “Saya ingin masuk IPS, karena senang dengan pelajaran sosiologi dan ekonomi. Mama juga menyuruh masuk IPS.”
Untuk di PTN nanti, ia memutuskan untuk memilih jurusan akuntansi di STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Berkaitan dengan jurusan yang diinginkannya itu, ternyata perlu persiapan juga. “Lebih memperdalam pelajaran ekonomi dan mengikuti perkembangan ekonomi baik di dalam maupun luar negeri.” Katanya seraya menutup pembicaraan.
Selain dinilai dari kemampuan akademis, penjurusan ini juga dibantu dengan diadakannya psikotes oleh sekolah kepada siswa-siswi kelas X. “Penjurusan itu merupakan pengembangan bakat siswa untuk ke IPA atau IPS.” Kata Bu Ida, salah satu guru BK di SMAN 1 Bekasi setelah ditanya mengenai tujuan penjurusan.
Lalu bagaimana peran hasil psikotes itu? “Membantu penjurusan dan juga pembinaan seperti kepribadian, minat, dan bakat tetapi tidak menentukan nantinya IPA atau IPS.”
Sementara itu, kriteria untuk bisa masuk IPA adalah nilai harus di atas KKM (sekitar 7,5). “Untuk IPS tidak disebutkan.” Lanjut Bu Ida. Ia pun menekankan bahwa nilai KKM itu bisa berubah-ubah.
Sebagai penutup, Bu Ida sangat mengharapkan semua siswa kelas X mengambil jurusan yang tepat. Ia memberikan sedikit saran kepada siswa yang ingin masuk IPA (karena banyak siswa yang menginginkan jurusan IPA). “Nilai khusus untuk IPA harus bagus, targetnya harus di atas 7,5 agar aman.” Katanya tegas.
 

No comments:

Post a Comment